Ketika tidak ada lagi yang bisa disampaikan melalui kata-kata
Kehabisan kata adalah sebuah kalimat yang salah dari sebuah alibi ketidaktahuan manusia. Kata-kata tidak akan pernah habis. Meski bisu, kata-kata tidak pernah benar-benar hilang, ia hanya terlalu sunyi untuk dikumandangkan.
Saya sering sekali memakai alibi
“kehabisan kata-kata” untuk mengungkapkan ketidaktahuan saya menyampaikan apa
yang saya rasakan. Padahal di detik saya menulis ini pun, kata-kata mengalir
begitu saja.
Mengetahui bahwa saya tidak tahu
apa-apa membuat saya sadar bahwa sebenarnya menyalahkan sesuatu yang tidak
bersalah adalah kebiasaan manusia. Entah hal seperti itu dilakukan untuk apa,
mungkin untuk membuat manusia itu sendiri merasa benar, maka harus ada yang
disalahkan. Oke, mulai ngawur.
Saya sering iri melihat teman-teman
yang tidak pernah kehabisan cara untuk menulis dan menyampaikan pengetahuan
yang mereka miliki ke semua orang — yang membaca. Saya ingin juga. Tetapi saya
tidak tahu ingin membagi apa.
Semakin saya banyak membaca — entah
buku, artikel, essai, opini teman-teman yang menulis di media sosial — semakin
saya merasa, saya tidak mempunyai apa-apa yang layak untuk dibagi. Kasarnya,
saya merasa satu-satunya pengetahuan saya sekarang adalah banyak hal yang tidak
saya tahu.
Ada salah satu author yang
sangat saya kagumi tulisannya. Ia sering menyampaikan opininya melalui essai,
puisi, prosa, atau cerpen yang ia tulis. Dari setiap tulisannya bukan hanya
estetika kata yang saya temukan, melainkan banyak sekali referensi yang
mengarah pada pengetahuan. Entah itu pengetahuan soal agama, sains, atau
filsafat.
Hal yang membuat saya suka membaca
tulisannya — meskipun terkesan berat — dia mengaitkan pemikiran dan
opini-opininya perihal bidang ilmu tersebut dengan kehidupan sehari-hari atau
kejadian yang ia lalui. Jadi, terkadang ketika membaca tulisannya, saya merasa
seperti sedang berusaha mengenal dirinya.
Selain itu, dari tulisan-tulisannya
saya menemukan banyak nama penulis, judul buku, judul film, bahkan ayat-ayat
dalam Al-Qur’an yang membuat saya tertarik untuk ikut membaca dan menyelami
makna yang tersirat dari sana. Keinginan saya untuk terus belajar tumbuh
seiring saya mengenal sang author lewat tulisan-tulisannya.
Meskipun saya tidak berani menyapa
atau bahkan menyebutnya di sini sekarang, saya berharap hal baik yang ia
sebarkan lewat tulisannya sampai ke banyak pembaca yang ia punya. Pun semoga ia
tak pernah kehabisan kata-kata atau kata-kata tak pernah pura-pura bisu
dihadapannya, agar ia terus menulis dan membagi apa yang ia tahu lewat media.
Maka, entah ia sadar atau tidak bahwa
tulisannya sangat berpengaruh terhadap seseorang, semoga ia tetap
mengumandangkan ide-idenya lewat tulisan.
Hal ini juga berlaku untuk teman-teman
yang sama hebatnya dengan ia, yang terus bersuara lewat kata-kata. Sebab
kata-kata memengaruhi banyak kehidupan.
Jadi, kalau dipikir-pikir, hebat yaa, kata-kata. Tidak heran jika akhir-akhir ini saya jadi merasa payah ketika kehabisan kata-kata. Eh, maksud saya, ketika tidak ada lagi yang bisa disampaikan melalui kata-kata.
Salam.
.png)
0 komentar: