Nothing special in this world 'Cause everything is special.

8:29 PM 0 Comments

Ya, saya setuju. Tapi sebelumnya salam, sapa, sayang dulu..

Februari tahun lalu 29 hari. Istimewa ? Tidak juga. Toh 4 tahun yang akan datang, akan terulang.

Perihal keistimewaan dalam hidup yang saya sadari kini semua hanya ilusi. Mengapa begitu ? Sebab hampir semua manusia mendapat kesempatan serupa; bahagia, derita, dan lain sebagainya.

Sebelumnya saya mau cerita dulu, kenapa saya bisa berpikir bahwa, ya, hidup sebenarnya gak terlalu istimewa. Pandangan ini didoktrin oleh Yth. Ilyas Muhammad. Waktu itu saya iseng denger podcastnya yang kebetulan temanya perihal insecurities. Dan disela perbincangan dia bersama ‘keK4sIhnYa’ dia bilang “Hidup sebenarnya gak ada yang istimewa. Semua orang merasakan bahagia, semua orang punya masalah dan kadang menderita, semua orang pernah diwisuda, yang gak kuliah kemudian jadi pengangguran juga ada, yang sukses banyak juga, yang gagal terus tentu ada. Jadi sebenarnya di dunia ini gak ada yang istimewa.” Ya begitu kurang lebih perkataannya.

Setelah dipikir-pikir, benar juga apa yang dibilang Ilyas ini. Tapi ada dua opini yang kemungkinan bisa terjadi. Tidak ada yang istimewa atau semua hal memang istimewa.

Tapi menurut saya inti dari keduanya sama. Bisa menjadi obat penenang dikala pikiran digaduhi teriakan-teriakan batiniah. Yang memberontak maupun yang sedang berdebat. Yang sering menimbulkan insecurities, overthinking, dan hal-hal negatif lainnya.

Terutama bagi Saya pribadi, yang tiap merasa sendiri pasti mikir “Kok saya gak pernah, ya, melakukan hal istimewa atau diistimewakan? Hidup kosong banget, tapi isi kepala penuh”. Pengaruh terlalu lama sendirian mungkin? Atau memang semakin dewasa “sendirian” menjadi suatu kontradiksi. Bisa menjadi zona paling nyaman dan aman, namun juga menyesatkan. Tapi da emang racun dari zona nyaman itu sendiri begitu, sih; Tempat paling aman yang tidak membuat kita berkembang.

Tapi sebelumnya saya bilang pernyataan bahwa ” Tidak ada yang istimewa atau semua hal memang istimewa”, bisa menjadi obat penenang. Kalau sedang merasa rendah diri –berpikir bahwa diri saya tidak istimewa– pernyataan “Tidak ada yang istimewa” akan menyelamatkan diri saya dari perasaan yang berantakan. Dan kalau saya sedang merasa cemburu tetapi berusaha tetap mawas diri, pernyataan bahwa “semua hal memang istimewa” yang menjadi penyelamat.

Entah memang hanya bagian dari sebuah bentuk penyangkalan perasaan tak nyaman atau memang merupakan sebuah kenyataan, istimewa atau tidak istimewanya sesuatu menurut saya memiliki porsi.

Jika kita kembali menarik kesimpulan seperti yang dikatakan oleh Ilyas Muhammad dalam podcastnya –bahwa dalam hidup sebenarnya tidak ada yang istimewa karena setiap orang memiliki kesempatan untuk mengalami hal serupa dengan orang lain– saya setuju, tapi tidak sepenuhnya. Karena menurut pandangan saya, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengalami hal yang sama, tapi semua orang tidak selalu memiliki perasaan yang sama.

Saya dan kamu memiliki kesempatan dan pengalaman yang sama untuk berkuliah, bagi saya biasa saja, tapi bagimu hal itu istimewa. Karena saya kuliah bukan di universitas pilihan dengan jurusan yang saya inginkan, sedang kamu masuk ke universitas pilihanmu dan mulai menekuni jurusan yang sesuai dengan inginmu. Lihat? Kita mengalami dan memiliki kesempatan yang sama, namun dengan perasaan yang berbeda.

Itu contoh kecil saja. Masih ada beberapa kesamaan yang disertai perbedaan lainnya antara saya denganmu, kamu dengan dia, dia dengan mereka, serta mereka dengan semua orang di dunia.

Namun, bukan hal yang tepat juga bila kamu merasa hidupmu jauh lebih istimewa daripada yang lainnya atau hidupmu yang paling menyedihkan diantara yang lainnya karena tidak pernah memiliki kesempatan untuk merasa istimewa. Sebab, tidak ada yang istimewa di dunia ini. Karena semua hal istimewa.

Termasuk saya.
Salam.

 

0 komentar:

Sering sendiri, tapi tetap takut sendiri

9:04 PM 0 Comments

Begini, judulnya ambigu tapi tetap salam, sapa, sayang terlebih dahulu.

Siapa lagi yang dimaksud dalam judul, selain diri sendiri. Pokoknya gitu yang sering saya rasakan. Gak tahu kenapa rasa takut akan berakhir sendiri selalu ikut serta membuat bising isi kepala setiap keadaan sedang tidak baik-baik saja. Padahal, sudah terlalu sering sendiri.

Gak tahu apa yang bikin saya takut. Padahal sendiri nggak terlalu buruk. Meskipun yaa, pada hakikatnya manusia diciptakan dan dilahirkan bukan untuk menghabiskan banyak waktu sendirian.

Mungkin akar dari rasa takut saya yang sebenarnya bukan takut berakhir sendirian, tapi takut ditinggalkan. Padahal saya paham hakikat kehidupan. Pertemuan tercipta untuk sebuah perpisahan.

Kayaknya, gak ada yang tetap dalam hidup. Selain, tetap hidup sebeum ajal menjemput. Selebihnya, berubah. Entah karena waktu atau memang karena perlu.

Saya juga termasuk manusia yang takut perubahan, tapi terlalu muak dengan keadaan yang begini-begini saja. Saya pengecut. Tapi kata teman saya, nggak. Padahal iya. Saya penakut. Saya seonggok manusia yang sering kalut. Impiannya banyak. Anggannya berjuta-juta yang melayang diudara. Nyalinya? Jangan ditanya. Banyak waktu yang terbuang sia-sia, karena saya terlalu memiliki sedikit nyali untuk mengambil keputusan, memulai langkah kaki.

Hati saya sering goyah. Badan saya sering payah. Raga saya selalu merengek meminta menyerah. Tapi jiwa saya menggebu-gebu ingin melangkah. Kadang saya jadi kehilangan arah.

Meskipun sesuatunya memiliki hikmah. Banyak keluh kesah, kadang membuat saya jadi teringat akan sesuatu yang kini sudah jarang saya jamah. Berkunjung ke sini misalnya. Bertamu dengan membawa oleh-oleh kesedihan yang dikumpulkan dari perjalanan.

Perjalanan ke mana ? Padahal saya gak pernah ke mana-mana. Xixi…

Maksud saya, perjalanan hidup yang meskipun begini-begini saja, tapi tetap berjalan. Meskipun rasanya saya cuma diam di tempat, tapi tetap berjalan. Jadi, untuk banyak kesempatan sendiri yang sering dan masih saya lewati, waktu membawa saya untuk terus belajar dan bertahan dari sesaknya rasa takut berakhir sendirian. Melatih saya untuk tetap berani menjalani banyak hal sendirian. Tidak merepotkan orang-orang tersayang.

Biar sebuah perpisahan menunggu di depan. Sebuah roda kehidupan yang terus berputar membuat saya menjadi lebih tegar. Saya hanya tinggal menikmati waktu dan menghargai kehadiran mereka yang masih sanggup bertahan disamping saya saat ini, kan? Tidak perlu terlalu dipikirkan.

Sudah, ya. Kalutnya segini saja. Jangan terlalu banyak, takut.
Eh, maksudnya, jangan terlalu  banyak takut.

Salam!

0 komentar: