Marah-Marah Tapi Malah Jadi Tambah Resah

10:58 PM 0 Comments

Sudah malam di hari lebaran. Idul Adha gak bakar-bakaran. Di rumah tetap tamu berdatangan, akhirnya memutuskan untuk istirahat saja karena kelelahan.

Tapi saya belum tidur karena kangen teman-teman. Maka dari itu, izinkan saya memberi salam, sapa, dan sayang.

Sudah kali kesekian saya mengeluhkan rasa rindu untuk menulis kembali di sini. Tapi belum juga terpenuhi. Karena rasanya keresahan yang saya punya itu-itu saja. Semua sudah saya utarakan juga. Makanya, bingung sendiri mau menulis apalagi?

Tapi malam ini tiba-tiba kepikiran soal masalah saya yang itu-itu saja, justru dapat berakhir menjadi sebuah masalah baru. Iya, gak? Hidup memang kadang berupa pengulangan, tapi masalahnya, saya selalu mengulang masalah yang tidak pernah selesai saya hadapi. Jadi, kalau kayak gitu apa pantas disebut pengulangan? Bukannya itu tak lebih dari penyelesaian masalah yang tertunda? Alias, isi keresahan saya yang itu-itu aja, disebabkan oleh masalah yang ternyata tanpa saya sadari memang tak pernah saya selesaikan.

Sialan!!!

Kesadaran akan hal ini membuat saya jadi memiliki masalah baru. Meskipun ada untungnya, saya jadi punya bahan tulisan untuk dibagi pada teman-teman. Tapi anjir, bikin saya jadi makin pusing.

Saya sepayah ini apa, ya? Terus lari dari sesuatu yang harusnya saya hadapi. Seakan sedang mengubur biji dari buah-buahan yang ketika saya makan rasanya pahit. Eh, taunya si biji menjadi benih di dalam tanah dan tumbuh menjadi tanaman baru tanpa saya sadari.

Masalah saya sekarang masih sama, tak jauh dari perasaan rendah diri yang membuat saya tertinggal jauh dari pencapaian orang-orang di sekitar saya. Suatu ketika saya sempat disadarkan oleh keluarga, mereka bilang hidup saya berprogres, kok. Saya sudah hampir menyelesaikan kuliah saya. Pekerjaan juga berjalan dengan baik sejauh ini, bahkan saya sudah mulai bisa berbaur degan rekan di tempat kerja. Tapi, diri saya sendiri tak merasakan apa-apa atas perubahan yang ada.

Kadang saya bertanya-tanya “memang definisi tumbuh yang saya inginkan itu seperti apa, sih? Sampai-sampai saya tidak menyadari progres dari setiap proses yang sudah saya lalui?”. Dan saya tidak menemukan jawabannya. Tapi ada satu hal yang saya yakini sebagai salah satu pemicu perasaan rendah diri yang saya miliki. Jangan tertawa membacanya, ya. Memang agak geli sejujurnya mengutarakan hal ini. Tapi yasudah, gak apa-apa.

Saya masih sering merasa khawatir dengan masalah finansial. Saya sering merasa tertinggal dari teman-teman yang lain karena apa yang saya miliki sekarang masih jauh dari cukup untuk bekal saya menata masa depan. Usia saya sudah hampir menginjak 24 tahun. Tapi bahkan tabungan untuk hal-hal tak terduga pun tidak mencukupi. Padahal saya masih tinggal bersama orang tua. Biaya sehari-hari perihal makan dan kebutuhan pokok lainnya masih ditanggung oleh mereka. Sedangkan saya sudah hampir 7 tahun bekerja.

Mungkin dalam sudut pandang kalian, ini hanya perihal rasa iri saya saja kepada yang lainnya. Ya, mungkin hal ini berakar dari sana. Tapi setelah dipikir-pikir, kalau saya begini terus, pasrah terus dan tidak berambisi untuk memperbaiki masalah yang satu ini, bagaimana hidup saya ke depannya? Apalagi di era sekarang ini, semua hal membutuhkan biaya.

Sudah kali kesekian saya berpikiran untuk menambah penghasilan di luar pekerjaan. Tapi saya tidak tahu harus melakukan apa. Saya juga terlalu banyak takutnya untuk mencoba hal baru. Semangat saya berkreasi sudah tidak seperti dulu. Saya semakin bertambah payah.

Selain itu, sekarang saya semakin merasa sedang kejar-kejaran dengan waktu. Ketika melihat ke belakang, saya seolah disadarkan bahwa apa yang saya lakukan kemarin-kemarin ini hanya main-main. Saya jadi merasa telah membuang-buang waktu yang seharusnya bisa saya manfaatkan untuk mengembangkan diri.

Saya sudah muak sekali dengan diri saya sendiri. Dengan perasaan takut yang terus menghantui. Dengan banyaknya pertanyaan dalam kepala. Dengan jawaban-jawabannya yang menyadarkan saya betapa hidup saya tidaklah dapat dikatakan sebuah kehidupan. Karena saya terus dan selalu berlari di dalam lingkaran setan. Saya tak mampu berlari ke luar jangkauan. Saya terlalu bermain aman. Saya memilih terus menjadi seorang pecundang.

Menyebalkan!

Demi Tuhan, rasanya lebih baik saya terus dihantui oleh banyaknya pertanyaan tentang hidup dalam kepala saya. Lebih baik saya tidak menyadari ketakutan yang saya miliki. Daripada begini. Rasanya saya hanya sedang menjebak diri saya sendiri dalam sebuah ketersesatan. Seolah saya hanya sedang menunggu waktu saya mati untuk segera datang karena saya terlalu takut menghadapi segala perubahan yang berakhir membawa saya pada hal asing yang harus saya hadapi untuk bertahan hidup.

Saya sudah muak.
Benar-benar muak dengan kehidupan yang saya jalani sekarang!

0 komentar: