Hidup di Usia Kepala Dua
Halo publik…
Salam, sapa, sayang…
Tahun ini saya berusia 21 Tahun,
hanya jika Tuhan mengizinkan, sih. Tapi semoga, ya. Perbekalan menuju surga masih
sangat sangat sangat belum memadai. Dan pengalaman hidup di dunia masih belum
cukup untuk saya mengerti apa maksud Tuhan menghidupkan manusia kalau kelak
akan dibuat mati. Haseeekk...
Jadi gini, lagi-lagi mau curhat.
Semoga pembaca gak bosan bacanya dan dari tulisan saya mendapat sedikitnya manfaat.
Sebenernya masalah yang satu ini
sering banget saya bicarakan dengan teman-teman saya di ruang bicara. Kita
saling bercerita tentang keresahan masing-masing. Yang tentunya kerap dirasakan
di circle usia 20 tahunan.
Dimana usia segitu tuh rasanya
hidup gak suka kalau manusianya banyak istirahat. Mulai dari raga juga jiwa.
Atau mungkin di usia segitu semesta menampakkan siapa dirinya yang
sesungguhnya. Tak melulu berisi bahagia dan suka cita.
Satu persatu hiruk pikuk kehidupan
datang tanpa diundang. Tapi perginya minta dicarikan jalan keluar dan minta
diantar sampai tujuan. Kalau gak gitu, dia ngambek. Makin betah menganggu akal
sehat manusia. Manja, ya, si ‘masalah’ ini.
Ya, di dunia psikologi biasa
disebut Quarter life crissis atau
krisis seperempat hidup. Yang memang, di era globalisasi ini banyak banget
remaja yang bahkan belum sampe usia 20-25an udah merasakan Quarter life crissis.
Faktor yang menyebabkan Quarter life crisis banyak dan bisa
datang dari aspek manapun. Aspek internal, finansial, karir, relasi maupun
cita-cita.
Dan seringnya, semua aspek ini
berhubungan. Sadar ataupun tidak, yang saya rasa semakin dewasa saya bisa lebih
peka terhadap keadaan hidup yang sedang “tidak baik-baik saja.” Mulai dari
kehidupan keluarga yang dulu saya anggap keluarga saya adalah keluarga paling
harmonis. Tapi kenyataannya kami tak cukup teguh diguncang masalah hidup. Karir
dan finansial yang seringkali menjadi alasan sebuah umpatan keluar. Belum lagi
semakin dewasa rasanya semakin malas menjalin relasi dengan orang lain. Dan
kenyataan yang membawa cita-cita kita hanya sebatas mimpi belaka membuat hidup
terasa semakin rumit.
Kita semua pasti merasakannya. Kita
semua memiliki masalah yang sama. Jadi jangan pernah merasa hanya kamu yang
dikucilkan dunia. Hanya kamu yang menderita. Tidak, saya yang banyak ketawa dan
selengean juga gitu. Bahkan
teman-teman lain yang terlihat jauh lebih bahagia pun begitu, memiliki masalah
yang sama beratnya dengan kamu.
Tapi kembali lagi, setiap masalah
orang lain berbeda. Memang benar kok, Tuhan Maha Adil. Ia selalu memberikan
masalah kepada makhluknya sesuai dengan porsi kekuatan manusia itu sendiri. Hal
tersebut penting untuk dipahami. Agar kalian tidak menjadi pribadi yang mudah
menghakimi.
“Ya masalah mu sih mending cuma kaya gitu. Nih yaa coba bayangin jadi
aku, blablabla…” Iyaa deh iyaa, memang kamu yang paling menderita dan
paling kuat. Yang lain ngga. Antrian diserobot ibu-ibu dikit, udah kepikiran
buat suicide. Hadeuhhh…
Kembali saya tekankan “Setiap manusia memiliki porsi
masing-masing dalam memandang dan menghadapi suatu masalah”. Jadi kalau
kamu berpikir bahwa masalah orang lain tidak
lebih berat dari masalahmu. Orang lain mungkin memiliki pandangan serupa, “masalah mu gak lebih berat dari masalah ku
tuh.” Gitu.
Sebenarnya tulisan kali inipun
berhubungan dengan topik yang sudah-sudah. Cara kita memandang sesuatu memang
penting. Tapi, saya sangat sangat mewajarkan apabila kita tidak bisa mengontrol
diri untuk berpikir kearah negatif. Sebab manusia itu makhluk sempurna. Bukan hanya
hati yang dipasangkan. Semua yang berhubungan dengan manusia itu sepasang.
Yah intinya begitu. Pas lagi
nyetrika baju kemarin saya sempat mendengar salah satu podcast di Spotify. Ada yang menarik dari pembahasannya dan bikin saya ber-”oh, iya
juga sih kalau dipikir-pikir”. Kurang lebih begini; manusia sebagai
makhluk sempurna ini memiliki dua sisi. Sisi baik dan sisi buruk. Setiap orang
pasti punya. Dan untuk sisi buruk kita yang sering banget membawa dampak buruk
bagi hidup kita sendiri, gak boleh kita bunuh. Kita tetap butuh sisi tersebut. Karena
ibarat cahaya, dia gak akan bermanfaat dan berharga tanpa adanya kegelapan. Pun
sebaliknya.
Sisi gelap ini bagian dari diri
kita, kalau kita sampe bunuh dia itu artinya kita membunuh sebagian dari diri
kita. Yang perlu kita lakukan agar keduanya mau jalan beriringan dan menjadi
seimbang, hanya dengan berdamai. Dan ini yang sulit. Berdamai dengan diri
sendiri adalah tugas manusia yang gak akan pernah selesai selama ia masih bernafas.
Tapi tunggu, jangan jadikan
pernyataan barusan sebagai alasan bahwa “bunuh diri” adalah jalan keluar dari
setiap masalah hidup yang membelenggu. Mati mah gausah diburu-buru, tanpa kamu
minta, ia bakal datang kalau waktunya tiba. Yang perlu kamu lakukan agar tak
membuang waktu menunggu mati hanya dengan diam membisu, ya dengan melakukan
hal-hal baik dalam hidup. Dan menyelesaikan tantangan yang Tuhan berikan untuk
kamu bisa sampai pada tujuan realistis yaitu hidup sejahtera. Hingga tiba
saatnya, matimu bahagia.
Jadi, inti tulisan saya kali ini
adalah saya mencari teman satu derita. Mengajak mereka untuk menikmati rasa
pahitnya hidup di tiap sela-sela kenikmatan menyeruput. Kayak minum kopi double espresso. Pahit, hitam legam,
tapi tiap seruputnya merupakan candu. Haseeekk, sudah indie banget belum penggambarannya
?
Ya gitu deh, teman-teman. Saya
mengharapkan kesadaran bahwa yang lagi sering-seringnya merasa stress dan depresi
bukan cuma kamu seorang. Kamu gak se-spesial itu, mon maap. Jadi, jangan merasa
Tuhan itu gak adil sama kamu. Tuhan justru sangat adil, karena kalaupun ia
tidak adil, ia tidak adil pada semua orang. Dan tolong, ya. Jangan sesekali
berpikir bahwa mati adalah jalan keluar. Kamu terlalu berharga buat mati dalam
keadaan depresi.
Ohiya, kurang-kurangi menghakimi
orang lain. Bahkan mereka yang memiliki hati sekeras batu pun akan hancur
kalau terus dihujani ketidaktahudirian mu memperlakukan.
Terima kasih sudah mau mampir dan
membaca sampai akhir. Tetap hidup sebelum malaikat maut bertamu. Dunia masih
butuh kamu.
Salam.
Bentar... bentar...
baca dulu sebentar...
Kalau mau tahu lebih tentang Quarter Life Crissis coba baca artikel dari Tirto.id ini, lumayan lengkap dan mudah dipahami. hehe...Podcast yang sering saya dengar dan jadi salah satu podcast favorit di spotify adalah podcasnya aa Alvy dan aa Ardhi "So Mad About Life". check this out! uhuy...
.png)
0 komentar: