Tipu daya dunia
Paras penuh rias
Dihias berbagai rupa guna membias
Tuhan boleh tahu ada pilu
Tapi dunia tidak perluMelalui tawa dan binar mata
Aku menjelma seorang penipu
Dunia percaya aku tak berduka
Sedang hidup menertawakan bahagia ku yang palsuAh, duka dan nestapa bagai sembilu
Perlahan tapi pasti menusuk jantung hingga ke paru
Aku tergolek sorang diri
Ditemani sunyi menghadap mati
.pada Juni, 2019
Puisi tersebut saya dedikasikan untuk diri saya sendiri. Ditulis di rumah dengan tujuan nguneg tapi pas buka Grup whatsapp ada info perlombaan puisi yang diadakan tim [at]pemudapenaid. Yang semula menulis karena sedang ingin, akhirnya menulis karena iseng yang berharap mendapat hadiah.
Di luar itu semua, puisi tersebut saya tulis berdasar suasana hati yang sedang gelisah. Karena terus-menerus merasa bahwa hidup tak lebih dari sekadar menebar kebohongan demi mendapat rasa aman. Bahagia adalah bonus, sedang luka merupakan bagian dari cerita.
Ketika usia tak lagi muda namun pribadi belum siap menjadi dewasa, rasanya dunia semakin penuh canda. Saking penuhnya, yang menjadi objek tawa dunia ialah manusia. Memang benar kata om Dono, Kasino dan om Indro; "Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang." Yang melarang tawa bukan hukum perundang-undang, tapi lebih berat lagi; hukum alam.
Beruntunglah manusia pandai merias wajah. Hingga luka sebanyak apapun tak akan nampak. Dunia hanya perlu melihat tawa dan bahagia. Pilu yang membawa sendu, cukup Tuhan yang tahu. Sebab dunia hanya akan ikut tertawa, sedangkan Tuhan akan membantu.
Terima kasih sudah singgah.
Hati-hati dijalan pulang.
Salam.
.png)

0 komentar: