Hidup Adalah Pertaruhan

11:54 AM 0 Comments

Dokumentasi Pribadi

Salam, sapa, sayang...

Belakangan, saya sedang merasa kewalahan dengan pekerjaan yang sedang saya tekuni. Begitu banyak yang harus saya pegang, sementara lengan saya hanya dua dan waktu tak bisa diajak kerja sama untuk sekedar memberi jeda. Tapi setelah satu persatu saya selesaikan pekerjaan yang banyak itu, saya merasa betapa sesungguhnya saya menyukai pekerjaan saya.

Nominal gaji, mungkin menjadi salah satu hal yang membuat saya ingin beralih profesi. Saya tidak memungkiri bahwa saya menginginkan upah yang sepadan dengan apa yang sedang saya kerjakan. Karena memang dewasa kini, tujuan saya bekerja adalah untuk mencari nafkah bukan sekadar memperbanyak pengalaman.

Tapi kembali lagi, karena saya begitu menyukai pekerjaan saya saat ini, saya mampu bertahan. Mengesampingkan kebutuhan –atau keinginan semata– menukarnya dengan kenyamanan bekerja.

Saya kerap berpikir “apakah tidak apa-apa jika saya terus memilih jalan hidup yang seperti ini?” Ketika teman-teman lain sibuk mengembangkan diri dengan mempertaruhkan banyak hal, saya justru mempertaruhkan banyak hal –yang mungkin terjadi– demi kenyamanan diri. Entah pada akhirnya ada yang berkembang atau tidak dalam diri saya, masih belum saya temukan jawabannya.

Saya kerap menyadari bahwa jika terus begini, saya tidak akan lebih dari seseorang yang terjebak di dalam lingkaran setan. Berlindung dibalik kata nyaman, bermain aman, berlari-larian menghindari kenyataan.

Tidak dapat saya sangkal bahwa ketika kita tumbuh menjadi seorang dewasa, kita tidak bisa mengandalkan hidup secara pas-pasan. Tidak memiliki tabungan. Kesederhanaan tentu tidak sama dengan hidup seadanya. Apa yang ada, jadi alasan hidup. Kesederhanaan bagi saya adalah sesuatu yang cukup dan tidak berlebihan.

Hal-hal seperti di atas kemudian menjadi penyebab saya mulai membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Sejujurnya, saya merasa perbandingan diri ini perlu untuk memotivasi. Setidaknya, ketika melihat kehidupan orang lain sudah berada beberapa langkah di depan kehidupan kita, tentu akan muncul perasaan tidak ingin tertinggal dalam diri. Setelah itu tinggal bagaimana otak kita merespon perasaan-perasaan ganjil yang manusiawi itu.

Baik atau buruknya kegiatan membanding-bandingkan diri ini kemudian dapat ditentukan berdasarkan respon yang otak kita sampaikan pada diri. Ada yang kembali sampai ke hati dengan membuat suasana yang buruk. Juga ada yang memotivasi hingga menjadi dasar dari terjadinya pengembangan diri.

Cara saya merespon kegiatan membanding-bandingkan diri itu sebetulnya bagaimana mood. Hal inilah yang pada akhirnya sering membuat kegiatan membanding-bandingkan diri tersebut jadi hal yang buruk. Sebab rasanya, mood kerap lebih pandai menguasai manusia ketimbang manusia menguasai diri mereka sendiri. Ditambah, manusia juga kerap lupa memberikan batasan untuk keburukan. Namun kebaikan, dengan tanpa sadar selalu mereka batasi.

Seperti misalnya, ketika saya berpikir bahwa dalam hidup tidak mungkin saya akan disukai semua orang. Tetap akan ada beberapa orang yang tidak menyukai saya. Seharusnya cukup sampai di situ, tapi kemudian pikiran liar saya hilang kendali hingga membuat saya berpikir bahwa semua orang di muka bumi ini tentu tidak menyukai saya.

Sedangkan untuk kebaikan yang selalu dibatasi, contohnya kesabaran. Menurut saya, kesabaran adalah proses bagaimana kita mengendalikan diri dan emosi. Segala sesuatu yang mesti dikendalikan biasanya adalah segala sesuatu yang tidak terbatas. Artinya, kesabaran bagi saya adalah satu hal yang tidak memiliki batasan. Namun banyak dari kita pasti pernah mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat “Kesabaran manusia ada batasnya”. Padahal kalau kita pahami lagi, sampai ambang batas yang mana sebuah kesabaran akan habis? Tentu tidak ada jawabannya. Maka dari itu saya berani menyatakan bahwa sebenarnya kesabaran tidak terbatas, hanya saja manusia kerap membatasi diri.

Pada akhirnya kedua hal tersebut berkaitan dengan pengendalian diri. Memang rasanya semakin dewasa semakin saya menyadari bahwa pengendalian diri adalah suatu pekerjaan manusia seumur hidupnya.

Manusia akan menjadi seorang guru sekaligus murid untuk dirinya sendiri. Meskipun banyak yang bilang bahwa pengalaman adalah guru terbaik kehidupan, namun yang dapat menentukan bahwa pengalaman tersebut dapat menjadi sebuah pelajaran hidup yang berharga adalah manusia itu sendiri. Pelajaran apa yang dapat dipetik, manusia adalah penentunya. Hingga bagaimana kemudian mereka menerapkan pelajaran yang didapat melalui pengalaman dalam kehidupan, diri mereka sendirilah yang menentukan.

Pada akhirnya, pengendalian diri menentukan pengembangan diri seseorang. Maka, keduanya adalah tugas seumur hidup manusia. Artinya, seumur hidup, manusia memiliki tugas untuk diemban. Entah bagi orang-orang yang sibuk mengembangkan diri dengan mempertaruhkan banyak hal, atau bagi orang-orang yang mempertaruhkan banyak hal demi kenyamanan diri.  

Sebab saya pernah mendengar seseorang berkata bahwa hidup adalah sebuah pertaruhan. Ketika ada sesuatu yang kamu pertaruhkan, artinya kamu sedang menikmati kehidupan.

Salam.

0 komentar: