Hidup Adalah Pertaruhan
![]() |
| Dokumentasi Pribadi |
Salam, sapa, sayang...
Belakangan, saya sedang merasa
kewalahan dengan pekerjaan yang sedang saya tekuni. Begitu banyak yang harus
saya pegang, sementara lengan saya hanya dua dan waktu tak bisa diajak kerja
sama untuk sekedar memberi jeda. Tapi setelah satu persatu saya selesaikan
pekerjaan yang banyak itu, saya merasa betapa sesungguhnya saya menyukai
pekerjaan saya.
Nominal gaji, mungkin menjadi salah
satu hal yang membuat saya ingin beralih profesi. Saya tidak memungkiri bahwa
saya menginginkan upah yang sepadan dengan apa yang sedang saya kerjakan.
Karena memang dewasa kini, tujuan saya bekerja adalah untuk mencari nafkah
bukan sekadar memperbanyak pengalaman.
Tapi kembali lagi, karena saya begitu
menyukai pekerjaan saya saat ini, saya mampu bertahan. Mengesampingkan kebutuhan
–atau keinginan semata– menukarnya dengan kenyamanan bekerja.
Saya kerap berpikir “apakah tidak
apa-apa jika saya terus memilih jalan hidup yang seperti ini?” Ketika
teman-teman lain sibuk mengembangkan diri dengan mempertaruhkan banyak hal,
saya justru mempertaruhkan banyak hal –yang mungkin terjadi– demi kenyamanan
diri. Entah pada akhirnya ada yang berkembang atau tidak dalam diri saya, masih
belum saya temukan jawabannya.
Saya kerap menyadari bahwa jika terus
begini, saya tidak akan lebih dari seseorang yang terjebak di dalam lingkaran
setan. Berlindung dibalik kata nyaman, bermain aman, berlari-larian menghindari
kenyataan.
Tidak dapat saya sangkal bahwa ketika
kita tumbuh menjadi seorang dewasa, kita tidak bisa mengandalkan hidup secara
pas-pasan. Tidak memiliki tabungan. Kesederhanaan tentu tidak sama dengan hidup
seadanya. Apa yang ada, jadi alasan hidup. Kesederhanaan bagi saya adalah
sesuatu yang cukup dan tidak berlebihan.
Hal-hal seperti di atas kemudian
menjadi penyebab saya mulai membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Sejujurnya,
saya merasa perbandingan diri ini perlu untuk memotivasi. Setidaknya, ketika
melihat kehidupan orang lain sudah berada beberapa langkah di depan kehidupan
kita, tentu akan muncul perasaan tidak ingin tertinggal dalam diri. Setelah itu
tinggal bagaimana otak kita merespon perasaan-perasaan ganjil yang manusiawi
itu.
Baik atau buruknya kegiatan
membanding-bandingkan diri ini kemudian dapat ditentukan berdasarkan respon
yang otak kita sampaikan pada diri. Ada yang kembali sampai ke hati dengan
membuat suasana yang buruk. Juga ada yang memotivasi hingga menjadi dasar dari
terjadinya pengembangan diri.
Cara saya merespon kegiatan
membanding-bandingkan diri itu sebetulnya bagaimana mood. Hal inilah yang pada akhirnya sering membuat kegiatan
membanding-bandingkan diri tersebut jadi hal yang buruk. Sebab rasanya, mood kerap lebih pandai menguasai
manusia ketimbang manusia menguasai diri mereka sendiri. Ditambah, manusia juga
kerap lupa memberikan batasan untuk keburukan. Namun kebaikan, dengan tanpa
sadar selalu mereka batasi.
Seperti misalnya, ketika saya
berpikir bahwa dalam hidup tidak mungkin saya akan disukai semua orang. Tetap akan
ada beberapa orang yang tidak menyukai saya. Seharusnya cukup sampai di situ,
tapi kemudian pikiran liar saya hilang kendali hingga membuat saya berpikir
bahwa semua orang di muka bumi ini tentu tidak menyukai saya.
Sedangkan untuk kebaikan yang selalu
dibatasi, contohnya kesabaran. Menurut saya, kesabaran adalah proses bagaimana
kita mengendalikan diri dan emosi. Segala sesuatu yang mesti dikendalikan
biasanya adalah segala sesuatu yang tidak terbatas. Artinya, kesabaran bagi
saya adalah satu hal yang tidak memiliki batasan. Namun banyak dari kita pasti
pernah mendengar atau bahkan mengucapkan kalimat “Kesabaran manusia ada
batasnya”. Padahal kalau kita pahami lagi, sampai ambang batas yang mana sebuah
kesabaran akan habis? Tentu tidak ada jawabannya. Maka dari itu saya berani
menyatakan bahwa sebenarnya kesabaran tidak terbatas, hanya saja manusia kerap
membatasi diri.
Pada akhirnya kedua hal tersebut berkaitan
dengan pengendalian diri. Memang rasanya semakin dewasa semakin saya menyadari
bahwa pengendalian diri adalah suatu pekerjaan manusia seumur hidupnya.
Manusia akan menjadi seorang guru
sekaligus murid untuk dirinya sendiri. Meskipun banyak yang bilang bahwa
pengalaman adalah guru terbaik kehidupan, namun yang dapat menentukan bahwa
pengalaman tersebut dapat menjadi sebuah pelajaran hidup yang berharga adalah
manusia itu sendiri. Pelajaran apa yang dapat dipetik, manusia adalah
penentunya. Hingga bagaimana kemudian mereka menerapkan pelajaran yang didapat
melalui pengalaman dalam kehidupan, diri mereka sendirilah yang menentukan.
Pada akhirnya, pengendalian diri
menentukan pengembangan diri seseorang. Maka, keduanya adalah tugas seumur
hidup manusia. Artinya, seumur hidup, manusia memiliki tugas untuk diemban. Entah
bagi orang-orang yang sibuk mengembangkan diri dengan mempertaruhkan banyak
hal, atau bagi orang-orang yang mempertaruhkan banyak hal demi kenyamanan diri.
Sebab saya pernah mendengar seseorang
berkata bahwa hidup adalah sebuah pertaruhan. Ketika ada sesuatu yang kamu pertaruhkan,
artinya kamu sedang menikmati kehidupan.
Salam.
.png)

0 komentar: